Di training motivasi, kadang saya bertanya kepada peserta, "Kerja itu ibadah. Benarkah?"
Ya, asalkan niat dan caranya benar.
Tepat 10 tahun yang lalu (2005), saya seminar bareng Aa Gym. Sempat juga menulis buku bareng. Nah, 6 Juni 2015 saya kembali tampil bareng, bahkan saat itu hadir juga triliuner Sandiaga Uno dan miliarder Mas Mono. Di sela-sela acara, alhamdulillah saya diberi nasehat berharga oleh Aa Gym. Ada beberapa nasehat berharga, salah satunya, “Kita harus merasa ditatap sama Allah.” Kalau kita merasa ditatap alias benar-benar diperhatikan sama Allah, tentulah perkataan dan perbuatan kita akan lebih tertata. Nggak ngasal.
Ya, asalkan niat dan caranya benar.
Tepat 10 tahun yang lalu (2005), saya seminar bareng Aa Gym. Sempat juga menulis buku bareng. Nah, 6 Juni 2015 saya kembali tampil bareng, bahkan saat itu hadir juga triliuner Sandiaga Uno dan miliarder Mas Mono. Di sela-sela acara, alhamdulillah saya diberi nasehat berharga oleh Aa Gym. Ada beberapa nasehat berharga, salah satunya, “Kita harus merasa ditatap sama Allah.” Kalau kita merasa ditatap alias benar-benar diperhatikan sama Allah, tentulah perkataan dan perbuatan kita akan lebih tertata. Nggak ngasal.
Ini pula yang saya bahas pada acara tersebut. Soal niat. Kadang,
kita mengaku 'menebar manfaat' atau 'berbuat amal’. Padahal sebenarnya kita
tengah berusaha meng-aktualisasi diri dan memuaskan diri. Sampai-sampai saya
merasa, peserta seminar itu lebih ikhlas daripada pembicara seminar. Pembaca
buku itu lebih ikhlas daripada penulis buku. Jamaah umrah itu lebih ikhlas
daripada travel umrah. Bukan mustahil, itulah yang sering terjadi.
Karena, menjadi pembicara itu sangat rawan dengan kekaguman,
pujian, liputan, dan tepuk-tangan orang lain. Satu hal lagi. Ketika tampil, mungkin saja pembicara
itu ingin terlihat cerdas, ingin terlihat soleh, ingin terlihat inspiring, ingin terlihat berjasa atas
perubahan nasib orang lain, dan masih banyak lagi. Melenceng niatnya. Kalau sudah begitu, yah ia sudah mengidap
penyakit ujub (bangga diri) dan riya (pamer diri).
Penyakit ini juga kerap terjadi saat kita beramal. Benarkah
pemberian kita ikhlas? Benarkah kita ingin menolong orang lain? Benarkah kita
ingin menjadi manusia bermanfaat? Belum tentu. Jangan-jangan kita tengah
meng-aktualisasi diri dan memuaskan diri. Atau ingin disebut soleh dan dermawan. Atau ingin
membuat seseorang terkesan dan terkagum-kagum. Ah, penyakit semua itu!
Di sini, saya tidak bermaksud melemahkan semangat teman-teman
untuk memberi inspirasi dan menebar manfaat. Sama sekali tidak. Ini semata-mata
peringatan keras bagi diri saya sendiri. Niat, niat, niat. Soalnya, guru-guru saya senantiasa mengingatkan, menjaga niat itu teramat penting. Bukankah kalau niat sudah
terjaga, impact-nya akan menjadi
realita? Dan pahalanya akan menjadi nyata? Semoga kita semua dimampukan untuk
menjaganya, aamiin.
Ippho
Santosa adalah trainer dan penulis. Buku terbarunya berjudul 'Success Protocol'. Untuk mengundang, klik >> www.ippho.com
Aamiin, Insya Allah mas Ippho...
BalasHapusInspiratif mas ...
BalasHapusInspiratif mas ...
BalasHapusaamiin
BalasHapusmantap
BalasHapusAmiin
BalasHapusamiin
BalasHapusAmin insyaallah bang
BalasHapusAmin ya rabbal alamin ;)
BalasHapusaamiin
BalasHapusaamiin
BalasHapusSemangat!
BalasHapusSemoga berkah berlimpah
BalasHapusJaga niat kita
BalasHapusSip
Hapus